Archive for the ‘Tolak REDD’ Category

JAKARTA- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia  (Walhi) menegaskan menolak Taman Nasional Kayan Mentarang (TNKM) di Kabupaten Nunukan dan Kabupaten Malinau yang berbatasan langsung dengan Serawak malaysia, untuk dijadikan salah satu program Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation (REDD) plus atau proyek jual beli emisi gas buang dari pemerintah Pusat.

Pasalnya, program REDD Plus di berbagai daerah seperti Aceh sulit dilakukan pemantauan dan pengelolaan yang terdaftar karena minimnya transparansi dari para pengembangan proyek yang bersifat voluntary market, seperti konsensi restorasi ekosistem. Bahkan, di lokasi TNKM hidup sekitar 5 ribuan jiwa masyarakat adat dan menggantungkan hidupnya dari hutan produksi TNKM.

“Kami dari dulu sampai sekarang tetap menentang program REDD Plus, karena banyak sekali pertimbangan-pertimbangan yang tidak sehat yang kita lihat, secara spesifik seperti Aceh yang sulit dilakukan pemantauan,” jelas Direktur Eksekutif Walhi Pusat, Berry Nahdian Furqon, kemarin.

Berry beranggapan, selain Aceh, pilot project REDD+ di Kalteng pada akhir 2011 oleh Presiden SBY, karena tekanan deforestasi yang masih sangat tinggi dengan perizinan sawit, tambang dan HPH/HTI yang mencapai 80 persen dari total wilayah Kalteng. Dorongan deforestasi justru berbalik terhadap upaya pengurangan emisi yang dicanangkan oleh SBY sebesar 26 persen tersebut.

“Walhi sendiri terus melakukan pemantauan progress pengelolaan hutan di berbagai daerah termasuk program REDD plus ini, dan kami nilai belum regulasi dan aturan serta sistem yang benar-benar pas dengan Kaltim. Mengingat persoalan kemasyarakatan dari penduduk suku asli hingga persoalan lainnya dan berujung pada tidak terselesaikannya persoalan degradasi sehingga memicu persoalan baru,” terangnya kepada harian Koran Kaltim.

Sementara, Direktur Eksekutif Walhi Kaltim Isal Wardhana menyebutkan, regulasi pengelolaan hutan seperti TNKM, pemanfatan dan pengelolaannya harus diajukan oleh pihak ketiga atau lembaga yang memiliki legalitas hukum. Selain itu, mekanisme pengajuan proposal diatur oleh pemerintah melalui Menteri Kehutanan RI, sehingga dikonsolidasikan menjadi kawasan proteksi REDD plus atau jasa beli karbon. Selama ini masyarakat adat tidak dilibatkan dalam pengembangan dan pengelolaan secara formal, karena basis dasar pengelolaan adalah secara legalitas hak kawasan.

“Syarat mutlak sebagai pengelola Redd Plus yang diberikan kepada pihak ketiga atau lembaga independen, adalah wajib memiliki badan hukum kuat. Dan sudah barang tentu, masyarakat di lokasi Krayan Induk, Krayan Selatan atau di kabupaten Malinau tidak bisa mengelola sendiri hutannya, kecuali mereka dilibatkan hanya sebagai pekerja biasa saja” jelasnya melalui telpon selulernya.

Sementara Wakil Bupati Kabupaten Malinau Topan Amrullah, menyebutkan program REDD Plus untuk wilayah Malinau memang sudah diprogramkan Pemerintah Pusat pada tahun 2012 ini. Sehingga dana pemanfaatan dan pengelolaan dari REDD Plus bisa dirasakan oleh masyarakat lokal sambil tetap melestarikan hutan konservasi TNKM.

“Proyek ini sudah dibahas dan ditanda tangani oleh berbagai lembaga independen bersama Pemerintah Pusat, bahkan workshop pun sudah kita di lakukan memback-up percepatan program ini dilakukan bagi TNKM. Namun, kita pastikan program ini sangat baik untuk penyelamatan hutan konservasi TNKM serta masyarakat adat lokal,” jelas Topan pada Koran Kaltim.

Program REDD plus di wilayah TNKM Kaltim ini bernilai hingga jutaan Uero dan sudah salah satu negara di Eropa yang ditetapkan sebagai negara penderma. Penetapatan REDD Plus untuk wilayah TNKM ini diatur dalam peta indikatif Inpres Nomor 10 Tahun 2011 tentang wilayah-wilayah yang masuk dalam program REDD Plus.

TNKM Kaltim sendiri memiliki luasan sekitar 1,3 Juta hektare, sebanyak 352 ribu hektare di antaranya masuk dalam wilayah Kecamatan Krayan Induk dan Kecamatan Krayan Selatan Kabupaten Nunukan, dan sisanya sekitar 1 juta hektare masuk dalam kawasan Kabupaten Malinau. (yok)