Archive for the ‘KAT #maunyatinggaldihutan’ Category

Pengurangan Karbon

Kemiskinan Adalah Isu Penting Dalam REDD

Sabtu, 18 Februari 2012 | 16:59
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan pidatonya di acara pembukaan Forest Indonesia Conference di Jakarta, Selasa (27/9). Presiden Yudhoyono menyampaikan pidatonya di Konferensi yang mengambil tema

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan pidatonya di acara pembukaan Forest Indonesia Conference di Jakarta, Selasa (27/9). Presiden Yudhoyono menyampaikan pidatonya di Konferensi yang mengambil tema “Alternative Futures to Meet Demands for Food, Fibre, Fuel and REDD +” (sumber: Antara)

Penurunan emisi sebesar 26 persen di tahun 2020

Pengurangan emisi karbon yang dihasilkan dari deforestasi dan degradasi hutan, atau lebih dikenal dengan REDD, harus dikaitkan dengan isu kemiskinan dan perlindungan terhadap masyarakat adat.

Demikian diungkapkan oleh Kuntoro Mangkusubroto, ketua satgas REDD+ ((Reducing Emissions from Deforestation and Degradation), di hadapan wartawan, di Jakarta.

“Ini bukan semata-semata hanya soal perusakan hutan oleh perusahaan-perusahaan. Memang itu terjadi, tapi REDD + lebih real adalah soal kemiskinan. Buat saya, ini soal kemiskinan, kita harus kaitkan kedua hal tersebut,” tandas Kuntoro yang menjabat menjadi ketua Satgas REDD+ hingga Desember 2012 mendatang.

Dia menambahkan bahwa REDD+ tidak hanya berhubungan dengan penghitungan karbon tetapi berhubungan dengan manusia.

“Ada contoh hutan suaka di Siberut, di situ ada suku Anak Dalam atau suku asli di sana, mereka inginkan tetap di sana, tetapi orang pusat mau-nya mereka keluar karena itu hutan suaka. Anomali-anomali ini yang harus ditangani dengan benar. Hutan tidak hanya kayu, tetapi juga kehidupan manusia,” tandasnya yang juga mencontohkan kasus-kasus terkait dengan tanah seperti Bima, Mesuji, Muara Tae, hingga Pulau Padang.

Dalam masa jabatannya, Kuntoro menjanjikan adanya pelibatan masyarakat adat di tahap awal, dan tidak menjadikan REDD+ sebagai program elitis semata.

“Kita tidak akan terapkan father’s knows best tapi ini adalah proses bersama. Tidak akan ada program dari Jakarta tapi kita bicarakan bersama, makanya ada sekretariat bersama untuk menampung semua aspirasi,” ucapnya.

REDD+ tidak hanya akan bergerak pada penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, tetapi juga mencakup mengenai konservasi, pengelolaan hutan berkelanjutan, dan meningkatkan stok karbon.

“Jadi, kita juga bicara tentang biodiversitas. Pembantaian orangutan di Kalimantan Timur menjadi sangat high profile bagi satgas (REDD+) karena orangutan adalah keystone species. Mereka juga menjadi pokok, bukan hama,” jelasnya.

Indonesia saat ini berusaha menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dengan gerakan mencegah perubahan iklim.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono targetkan penurunan emisi sebesar 26 persen di tahun 2020 dan dengan bantuan luar negeri akan menurunkan 41 persen.

Di sisi lain, SBY juga mencanangkan target 6,5 persen pertumbuhaan ekonomi.

Bila tidak ada tindakan pencegahan, maka berdasarkan dokumen Second National Communication, emisi gas rumah kaca (GRK) yang dikeluarkan sebesar 2,950 juta ton jauh meningkat dari tahun 2005 sebesar 2,120 juta ton dan 2000 sebesar 1,720 juta tahun.

Sementara, penyumbang emisi terbesar datang dari lahan gambut dan hutan yang mencapai 87 persen.

Penulis: Fidelis E. Satriastanti/ Entin Supriati