Archive for the ‘Moratorium dilanggar’ Category

http://www.antaranews.com/berita/300796/perpres-tata-ruang-pulau-kalimantan-perlu-ditinjau

Sabtu, 10 Maret 2012 21:52 WIB | 2535 Views

Bogor (ANTARA News) – Peraturan Presiden nomor 3 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Kalimantan disinyalir dapat memperluas ancaman keutuhan kawasan hutan di Kalimantan Tengah, sehingga perlu ditinjau kembali.

“Pemerintah harus meninjau kembali peraturan tersebut sebelum kerusakan hutan semakin meluas,” kata Hapsoro Direktur Forest Watch Indonesia (FWI) dalam surat elektroniknya kepada ANTARA News, Sabtu.

Ia menjelaskan, dua Lembaga swadaya masyarakat (LSM-red) pemantau hutan mensinyalir terjadinya ancaman yang semakin besar terhadap keutuhan kawasan hutan di Kalimantan Tengah menyusul dikeluarkannya Perpres nomor 3 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Kalimantan.

Pada tanggal 5 Januari 2012 lalu, telah terbit sebuah peraturan baru yang mengatur rencana penataan ruang untuk lingkup pulau.

Rencana penataan ini diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 3 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Kalimantan.

Berdasarkan peraturan tersebut, disebutkan adanya batas minimal perlindungan Kawasan Konservasi dan Kawasan Lindung bervegetasi sebesar 45 persen dari luas Pulau Kalimantan.

“Tidak hanya batas minimal kawasan yang harus dilindungi, peraturan tersebut juga menyebutkan adanya upaya rehabilitasi kawasan hutan yang terdegradasi, termasuk didalamnya bekas pertambangan dan menjadikan Pulau Kalimantan sebagai Paru-Paru Dunia,” katanya.

Namun, lanjut dia, peraturan ini menghilangkan status Hutan Produksi Terbatas (HPT) yang berada pada Kawasan Hutan Negara.

Menurut dia, kehilangan status ini ternyata berimplikasi pada ancaman deforestasi yang lebih serius di Provinsi Kalimantan Tengah.

Ancaman ini disinyalir terjadi berdasarkan analisis yang dilakukan oleh FWI dan Telapak terhadap Lampiran 2 pada Peraturan Presiden tersebut.

“Dalam analisanya, kedua organisasi pemantau hutan ini menemukan adanya kehilangan hutan seluas 3,32 juta hektare” yang sebelumnya dikategorikan sebagai Hutan Produksi Terbatas,” katanya.

Lebih lanjut Hapsoro mengatakan, sekalipun areal seluas ini tidak sepenuhnya berhutan, namun sebagian besarnya masih berupa tegakan hutan alam.

Berdasarkan laporan Potret Keadaan Hutan Indonesia yang dirilis pada bulan Juli 2011 lalu, FWI telah melaporkan bahwa provinsi Kalimantan Tengah adalah provinsi dengan tingkat deforestasi terbesar di Indonesia.

“Setidaknya hutan-hutan di provinsi ini telah hilang sebesar 2 juta hektar pada periode tahun 2000 hingga 2009,” ujarnya.

Menurut Hapsoro, kehilangan hutan ini terjadi di hampir seluruh tipe ekosistem hutan, termasuk diantaranya 490 ribu hektar hutan yang berada di atas ekosistem gambut.

“Kami telah menyampaikan terjadinya kehancuran hutan dalam skala sangat besar di Kalimantan Tengah. Namun beberapa bulan kemudian Pemerintah justru memperparah kondisinya melalui Perpres Tata Ruang Pulau Kalimantan ini,” katanya.

Sementara itu, lanjut Hapsoro, Telapak juga telah mengeluarkan sebuah laporan berjudul “Menjambret REDD” pada bulan Juni 2011.

Laporan tersebut memaparkan bukti-bukti penggundulan hutan gambut oleh perkebunan kelapa sawit PT Menteng Jaya Sawit Perdana pada kawasan hutan yang telah ditetapkan sebagai kawasan moratorium penebangan hutan di Kalimantan Tengah.

“Komitmen Pemerintah Indonesia dalam mempertahankan hutan hanya akan menjadi janji kosong dengan keluarnya Perpres Tata Ruang Pulau Kalimantan ini,” ujarnya.

Sementara itu, Juru Kampanye Hutan Telapak, Abu Meridian mengatakan, pelajaran praktek buruk yang dilakukan oleh PT Menteng di Kalimantan Tengah seharusnya dicermati secara serius oleh Pemerintah, bukannya malah memberi ruang terjadinya penggundulan hutan besar-besaran.

“Sebagai organisasi non Pemerintah yang aktif memantau praktek-praktek pengelolaan hutan di Indonesia, FWI dan Telapak mengkhawatirkan terjadinya kerusakan hutan yang semakin meluas di Kalimantan Tengah,” katanya.

“Kami meminta Pemerintah untuk segera meninjau ulang Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2012 ini, karena berpotensi besar mengancam keberadaan hutan-hutan yang tersisa di provinsi tersebut,” tambahnya.

(KR-LR)

Editor: Ella Syafputri

COPYRIGHT © 2012

MORATORIUM KEHUTANAN: Hampir Setahun Belum Berdampak

Rabu, 07 Maret 2012 00:00

Ditulis oleh KOMPAS

PDF
Share

Jakarta, – Moratorium izin kehutanan yang telah berlangsung setahun belum menunjukkan hasil. Target utama memperbaiki tata kelola kehutanan Indonesia tidak tercapai karena setiap institusi berjalan sendiri tanpa koordinasi.

Hal ini mengemuka dalam diskusi terbatas Koalisi Masyarakat Sipil bagi Penyelamatan Hutan Indonesia dan Iklim Global, Selasa (6/3), di Jakarta. Koalisi beranggotakan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Perkumpulan untuk Pembaharuan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis, Greenpeace, Lembaga Kajian Hukum Lingkungan, Bank Information Center, dan debtwatch.

Muhammad Teguh Surya dari Walhi mengatakan, setelah Instruksi Presiden No 10/2011 dikeluarkan Mei 2011, muncul berbagai peraturan terkait penurunan emisi/perubahan iklim. Hal itu di antaranya peraturan presiden tentang rencana aksi nasional gas rumah kaca, tata ruang Kalimantan dan Sumatera, serta putusan Mahkamah Konstitusi. Tetapi, tidak ada benang merah dari semua peraturan itu. Masing-masing berjalan sendiri,” katanya.

Ia mencontohkan, peta moratorium (peta indikatif penundaan izin baru) berbeda dengan peta tata ruang. Ini menunjukkan masing-masing sektor/institusi belum menjadikan peta moratorium sebagai acuan.

Karena itu, koalisi mendesak agar inpres moratorium direvisi dengan memasukkan mandat mengkaji ulang izin-izin kehutanan. Teguh Surya menunjukkan, perizinan kehutanan saling tumpang tindih antara pemerintah pusat dan daerah ataupun antarinstansi di pusat.

Contoh unik, di Kabupa- ten Kapuas, luas izin yang dikeluarkan pemerintah melebihi luas wilayah. Izin perkebunan, hak pengelolaan hutan, dan pertambangan mencapai lebih dari 1,7 juta hektar. Padahal, wilayah kabupaten 1,49 juta hektar.

Selain mengkaji ulang perizinan, koalisi juga mendesak agar pemerintah mencantumkan kriteria dan indikator sebagai ukuran pencapaian moratorium. Yuyun Indradi dari Greenpeace mengatakan, moratorium seharusnya berlaku tidak pada batas waktu (dua tahun). Namun, menggunakan kriteria atau indikator sebagai momen menghentikan moratorium. Kalau indikator sudah tercapai, moratorium bisa dihentikan,” katanya.

Yuyun melihat penerbitan inpres moratorium semata- mata untuk mengejar ketercapaian dalam nota kesepakatan (letter of intent) Indonesia- Norwegia untuk pengurangan emisi. Dalam LOI, Norwegia mendanai 1 miliar dollar AS untuk upaya pengurangan emisi di Indonesia.

”Kalau pendekatan inpres ini benar hanya untuk menjawab LOI dengan Norwegia, sangat bahaya. Karena membenarkan opini publik bahwa moratorium dibuat untuk kepentingan asing,” kata Teguh Surya. Ia mengatakan, dana asing 4,4 miliar dollar AS mengucur tahun 2007-2017 untuk pengendalian perubahan iklim Indonesia. Sekitar 2,99 miliar dollar AS berupa utang dan sisanya hibah.

”Yang terpenting, dana ini digunakan untuk perbaikan tata kelola dan masalah tenurial mendasar kehutanan. Dengan demikian, kepentingan nasional untuk mencegah bencana dan ekonomi masyarakat bisa dicapai,” katanya. (ICH)

Sumber : http://cetak.kompas.com/read/2012/03/07/02370683/hampir.setahun.belum.berdampak..

This content is password protected. To view it please enter your password below:

This content is password protected. To view it please enter your password below:

http://beritasore.com/2011/12/13/irwandi-yusuf-lolos-pelanggaran-beri-izin-sawit-di-lahan-gambut/

13 Desember, 2011 | Filed under: Aceh | Posted by: Redaksi

JAKARTA ( Berita ) :Gubernur Aceh Irwandi Yusuf lolos dari pelanggaran memberikan izin perkebunan kelapa sawit di areal lahan gambut yang semula ditetapkan areal moratorium.

Pasalnya, izin yang diberikan di Nagan Raya sudah termasuk dalam revisi pertama atas peta indikatif moratorium pemberian izin baru pada hutan alam dan lahan gambut yang ditetapkan dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK. 7416/Menhut-VII/IPSDH/2011, 22 November 2011.

“Satu blok lahan gambut termasuk di dalamnya areal izin perkebunan sawit PT Kalista Alam seluas 1.065 hektare di Nagan Raya yang izinnya diberikan Irwandi dihilangkan sebagai areal moratorium,” jelas Direktur Eksekutif Greenomics Indonesia Elfian Effendi di Jakarta, Senin (12/12).

Elfian menambahkan,peta indikatif moratorium pada Lembar 0519 menghilangkan warna merah pada blok areal izin sawit yang diterbitkan Gubernur Aceh. Bahkan, luas areal lahan gambut yang dihilangkanwarna merah melebihi luas areal izin sawit yang diterbitkan Irwandi.

Untuk itu, Greenomics Indonesia meminta kepada Ketua Satgas REDD Kuntoro Mangkusubroto menjelaskan ke masyarakat perihal pemantauan pelaksanaan moratorium.“

Kuntoro kepada Reuters pada 8 Desember lalu menyatakan izin yang diberikan Irwandi kepada pengusaha kelapa sawit pada lahan gambut Kuala Tripa merupakan kesalahan berat dan meminta Pemerintah Aceh meninjau ulang izin itu,” kutip Elfian.

Sekjen Kementerian Kehutanan Hadi Daryanto menyatakan, izin sawit yang diterbitkan Gubernur Aceh melanggar peta moratorium. Tetapi Menhut menghilangkan areal izin sawit sebagai areal moratorium pada revisi peta indikatif moratorium.  (WSP/cmh)