Archive for the ‘Livelihood Masyarakat Adat’ Category

Chaidir Anwar Tanjung – detikNews

Kamis, 15/03/2012 11:08 WIB

LSM Warsi Jambi/detikcom
Jambi Suku Rimba, komunitas terasing di Provinsi Jambi terkesan kurang mendapat perhatian dari pemerintah setempat. Kawasan hutan alam terus dijarah, habitat pun berubah. Anak-anak Orang Rimba terancam kekurangan gizi.

Informasi yang dikumpulkan detikcom, Kamis (15/3/2012), anak-anak Orang Rimba di Kabupaten Batang Hari, Jambi, kekurangan gizi. Badannya kurus, perutnya membuncit, tulang rusuknya menonjol dan matanya pun cekung. Angka kematian pun cukup tinggi. Hal ini tidak terlepas dari hancurnya kawasan hutan alam yang selama ini menjadi tumpuan hidup Orang Rimba.

“Kami baru mendata sementara ada 15 anak-anak Orang Rimba kekurangan gizi. Data ini baru dari satu kelompok suku saja. Ini belum dari anak-anak kelompok lainnya,” kata Kristiawan, fasilitator Kesehatan Warsi (LSM lingkungan yang mendampingi Orang Rimba).

Menurut Kris, panggilan akrabnya, angka ini bisa lebih banyak lagi, karena pendataan masih berlangsung. Buruknya gizi bisa jadi disebabkan semakin sulitnya sumber pangan, ditambah lagi sulitnya akses ke pusat-pusat pelayanan kesehatan umum.

Sebagai contoh kelompok Marituha di Kabupaten Batanghari. Akses ke puskesmas di kabupaten ini sama sekali tidak ada. Akses yang mungkin terjangkau adalah Puskesmas Pauh, Kabupaten Sarolangun.

“Mereka sering ditolak di puskesmas ini, dengan alasan secara administratif mereka bukan warga Sarolangun, kejadian ini sudah sering dialami Orang Rimba,” timpal Kris.

Menurut Kris, buruknya kesehatan buat anak-anak Orang Rimba ini, tidak terlepas dari ancaman kepunahan hutan alam di Jambi. Karena selama ini suku pedalaman ini sangat bergantung dengan kemurahan alam sekitarnya.

“Dahulu di kawasan hutan dengan tutupan yang bagus Orang Rimba mampu mempertahankan kesejahteraan mereka dengan mendapatkan kecukupan makanan (gizi protein dan karbohidrat) dengan berlimpah. Selain makanan, mereka juga memanfaatkan hutan untuk mendapatkan tanaman obat-obatan,” kata Kris.

Namun, lanjut Kris, ketika hutan terbuka kondisi pun jauh berubah. Tidak hanya kehilangan sumber pangan dan obat, sumber air pun menjadi berubah. Sungai berubah keruh ketika musim hujan tiba. Sedangkan jika musim kemarau, air sungai pun surut.

“Daya dukung ekologis yang terus menurun membuat Orang Rimba makin berada dalam kerentanan. Sumber makanan dari hutan yang kian menurun, interaksi dengan pihak luar yang kerap merugikan mereka dan akses pelayanan kesehatan yang sulit membuat Orang Rimba berada dalam tekanan yang hebat. Tak heran jika anak-anak mereka hidup dalam ancaman berbagai penyakit dan gizi yang buruk,” kata Kris.

Kris menyebut, dengan banyaknya pembukaan lahan demi kepentingan ekonomi, air sungai di habitat Orang Rimba kini tidak bisa langsung dikonsumsi seperti dulu. Dibutuhkan perlakuan untuk mengonsumsi air agar tidak menjadi sumber penyakit. Ketersediaan makanan sumber protein dan karbohidrat di dalam hutan berkurang berbanding terbalik dengan meningkatnya jumlah Orang Rimba.

“Maka tidak mengherankan jika derajat kesehatan Orang Rimba di Provinsi Jambi tergolong rendah. Angka kesakitan dan kematian Orang Rimba sangat tinggi. Angka kematian banyak terjadi pada anak-anak,” kata Kris.

(cha/try)