372.386 Ha Lahan Sumbar Kritis
Sumber: http://padangekspres.co.id/?news=berita&id=29472
Limapuluh Kota Terluas, Pariaman Nihil
Padang, Padek—Ancaman perubahan iklim di Sumbar bukan isapan jempol. Ini ditandai makin masifnya kerusakan ekosistem di sejumlah daerah. Saat ini, lahan kritis di Sumbar seluas 372.386 hektare, dengan rincian 333.439 hektare kategori kritis dan 38.947 hektare sangat kritis.
Berdasarkan data Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Agam Kuantan, Batanghari dan Inrok tahun 2012, lahan kritis terluas terdapat di Kabupaten Limapuluh Kota, disusul Sijunjung dan Pasaman. Sedangkan daerah yang paling sedikit lahan kritisnya adalah Pariaman, Bukittinggi dan Pasaman Barat.
Mengatasi itu, Gubernur Sumbar Irwan Prayitno menyatakan tengah menyiapkan skema pengelolaan hutan berbasis masyarakat sebagai penerima manfaat utama pendanaan karbon dan mendukung target penurunan emisi rumah kaca (GPK) di Indonesia
Rincian lahan kritis; di Kabupaten Mentawai nihil, Agam seluas 6.182 ha, Limapuluh Kota 105.591 ha, Padangpariaman 2.539 ha, Pasaman 59.078 ha, Sijunjung 73.923 ha, Solok 28.719 ha, Tanahdatar 27.210 ha, Pesisir Selatan 8.169 ha, Solok Selatan 174 ha, Pasaman Barat 162 ha, Dharmasraya 1.589 ha, Padang 2.292 ha, Bukittinggi 104 ha, Payakumbuh 586 ha, Kota Pariaman nihil, Padangpanjang 326 ha, Sawahlunto 14. 966 ha dan Solok 1.829 ha.
Sedangkan rincian lahan sangat kritis Mentawai nihil, Agam 1.064 ha, Limapuluh Kota 6. 508 ha, Padangpariaman nihil, Pasaman 10.567 ha, Sijunjung 1.230 ha, Solok 8.898 ha, Tanahdatar 5.943 ha, Pesisir Selatan 3 ha, Payakumbuh 854 ha, Padangpanjang 31 ha, Sawahlunto 3.320 ha dan Solok 529 ha.
“Delapan daerah tidak memiliki lahan sangat kritis yaitu Mentawai, Padangpariaman, Solok Selatan, Pasaman Barat, Dharmasraya, Padang, Bukittinggi dan Pariaman,” ujar Gubernur kepada Padang Ekspresakhir pekan lalu.
Sejak 5 tahun terakhir, Sumbar telah melakukan gerakan rehabilitasi lahan (gerhan) berupa reboisasi, hutan rakyat, Percontohan Usaha Pelestarian Sumber Daya Alam (UPSA), turus jalan, green belt, budidaya rotan, budidaya sutera alam, budidaya gaharu, tanaman unggulan lokal, agroforesty, hutan mangrove, hutan kota dan kebun bibit. Sedangkan bangunan konservasi dilakukan dalam bentuk dam pengendali, dam penahan, gully plug (bangunan pengendali jurang), sumur resapan dan embung.
Tahun 2007, reboisasi dilakukan seluas 820 ha, tahun 2008 tidak dilakukan reboisasi, tahun 2009 dilakukan reboisasi seluas 4.965 ha, 2010 reboisasi seluas 6.045 ha, tahun 20011 reboisasi seluas 2.521 ha. Totalnya 14.351 ha. Sedangkan hutan rakyat yang direhabilitasi sejak tahun 2007 hingga 2011 seluas 5.566 ha.
Sedangkan turus jalan (penanaman tanaman di sepanjang jalan) yang telah direhabilitasi sejak tahun 2007-2011 seluas 120 ha. Budidaya rotan seluas 55 ha pada tahun 2007 dan 2009, budidaya sutera seluas 8 ha pada 2008-2009, budidaya gaharu pada tahun 2008 seluas 10 ha, 2009 seluas 20 ha, 2010 seluas 10 ha dan 2011 seluas 20 ha. Untuk tanaman unggulan lokal seluas 50 ha untuk tahun 2007 sampai 2009. Agroforesty seluas 25 ha pada tahun 2007 dan tahun 2010 seluas 10 ha. Hutan mangrove seluas 10 ha pada tahun 2007 dan 113 ha tahun 2011.
Sebagian besar kawasan hutan Sumbar berfungsi sebagai konservasi dan lindung (66,64 persen) dari luas hutan. “Kebijakan strategis Pemprov Sumbar adalah pengelolaan SDA berbasis nagari dengan dukungan kearifan lokal masyarakat, pengembangan ekonomi hijau (bangau) dengan mengedepankan penggunaaan teknologi ramah lingkungan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat, penatagunaan lahan berbasis DAS, rehabilitasi dan mitigasi bencana .
Fasilitasi percepatan pengembangan hutan nagari, hutan kemasyarakatan (HKm) dan hutan tanaman rakyat (HTR), mendorong peran nagari dalam perlindungan dan pengamanan hutan serta mendorong gerakan pemberdayaan masyarakat. Lalu, pengembangan pertanian organik, peningkatan kesejahteraan petani dengan mendorong agroforesty (menanam pepohonan di lahan pertanian), silvofisheries (model campuran antara perikanan dengan tanaman kayu), agrosilvopastural (menanam pohon di areal pertanian), optimalisasi penggunaan energi ramah lingkungan seperti matahari, air, panas bumi, biogas dll.
Untuk upaya penatagunaan lahan berbasis DAS (Tahan) adalah penyusunan RTRW berbasiskan DAS, mengendalikan pemanfaatan ruang sesuai daya dukung minimal 30 persen bervegetasi hutan, mendorong pembangunan kesatuan pengelolaan hutan (KPH) sebagai bagian resolusi konflik dengan memegang prinsip-prinsip keseimbangan ekologi sosial dan ekonomi.
Sedangkan upaya rehabilitasi dan mitigasi bencana berupa penyuluhan dan sosialisasi pelestarain lingkungan hidup, mempercepat rehabilitasi hutan dan lahan kritis,mengembangkan konservasi sumber daya alam, mengendalikan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup, mengamankan hutan dari illegal logging serta meningkat kesiapsiagaan terhadap bencana dan upaya mitigasi.
“Itu kebijkan dan strategi Sumbar dalam perluasan skema pengelolaan hutan berbasis masyarakat dalam rangka menurunkan deforestasi dan degradasi serta peningkatan kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.(*)
Leave a Comment